PERHATIAN

PERATURAN -->
1. setiap membaca fanciction di sini, WAJIB KOMENTAR
2. DILARANG MENG-COPY artikel di sini, baik sebagian apalagi seluruhnya !
3. jangan lupa JOIN dengan BLOG ini
terima kasih

Kamis, 29 Maret 2012

FF | Just Because Your Smile | OneShot


Title : Just Because Your Smile
Author : Zahrah Nida Rosyida / Shin Rae In
Rating : T(Teenager)
Length : Oneshot
Genre : Angst - Romance
Disclaimer : All things here ORIGINAL by author

Main cast :
No Minwoo
Author / Raein

Other cast :
Eomma's Raein
Donghyun

Happy reading^^


Aku mencintaimu. Ya... sangat mencintaimu. Orang pikir aku gila, tergila-gila padamu. Aku mengakuinya. Bahkan teman-temanku mengakui bahwa hanya kau yang bisa mencairkan hati gunung esku...

Kau sangat menyebalkan. Sangat. Dan aku marah padamu, gara-gara kau tidak sengaja menjatuhkan flashdisku di laboratorium komputer tadi pagi. Padahal aku tahu aku yang salah karena meletakkannya di pinggir meja. Kau terus meminta maaf, dan aku terus menghardikmu. Lalu kau berlalu sambil menahan tangis karena kupermalukan. Aku merasa senang, tapi teman-temanku ‘menghadiahiku’ tatapan lain, merasa kasihan padamu.

Aku jadi merasa bersalah. Istirahat, aku mencarimu. Ya, meskipun kita satu kelas, aku rasa strata(status) kita berbeda. Aku, No Min Woo, seorang ketua kelas, yang menjadi pembina bela diri Taekwondo, mempunyai banyak fans wanita, yang itu berarti aku tampan(plus imut kata mereka), kaya, mudah bergaul, pintar, dan lain-lain. Sifat burukku hanya satu, suka meremehkan wanita. Dan kau, Shin Rae In, seorang pendiam di kelas, yang selalu juara satu(aku juara duanya, tapi tak tau mengapa selalu aku yang dielu-elukan wanita-wanita itu~baca:fans), tidak mudah bergaul, sangat kurus, dan mungil, dengan rambut hitam sebahu yang selalu diurai biasa, tanpa di model macam-macam.

Aku menghampirimu diam-diam, di sebuah sudut terpencil di taman sekolah. Aku tidak memperhatikanmu, namun tak tau mengapa aku tau di sanalah aku bisa menemukanmu. Aku melihatmu sedang makan kue sendirian.

‘Sendirian?’ tanyaku

‘Ya, seperti yang kau lihat’ aku tahu kau sedikit kaget dengan kemunculanku

‘Aku minta maaf atas kejadian yang tadi’ kataku, aku benar-benar menyesal

‘Ya, tak mengapa. Aku yang salah’ katamu

‘Kue apa itu?’ tunjukku ke sebuah kotak makan di sampingmu

‘Ini kue buatan eommaku. Kau mau? ambillah’ tawarmu

‘Boleh’ aku mengambilnya satu. Kemudian duduk disampingmu dan memakannya. Hum~ lumayan, tapi kurasa aku belum pernah memakan kue ini

‘Kue apa ini?’ tanyaku

‘Kue lumpur. Ini camilan khas Sidoarjo, salah satu kota di Indonesia’ katamu panjang lebar. Dan aku hanya bisa ber oh-oh

‘Kau tidak seburuk yang kubayangkan’ kau berkata sambil menatapku

‘Memang dalam pikiranmu aku seburuk apa?’ aku terus mengunyah kue lumpur itu

‘Seperti yang di laboratorium tadi,’ katamu

‘Aku sudah minta maaf, kusadari, aku sedikit keterlaluan tadi’ kataku. Sebenarnya aku ingin berlama-lama. Tapi sebentar lagi masuk, aku berdiri. Begitupun dirimu.

‘Berteman?’ katamu dengan senyum tulus. Aku terkejut, aku belum pernah melihat seseorang tersenyum begitu tulus.

‘Boleh’ aku menjabat tanganmu. Aku merasakan tanganmu yang bergetar

‘Maaf’ katamu, sambil berlalu. Tidak tahu mengapa, biasanya, jika seseorang mau berteman denganku, pasti ada sesuatu yang diinginkannya dariku. Entah itu harta, ah~ seperti itulah. Tapi aku merasakan sesuatu yang berbeda padamu, sesuatu yang tulus.

Seperti biasa, hari ini aku melatih beberapa anak yang akan mengikuti lomba Taekwondo antar sekolah. Dan seperti biasa pula, beberapa ‘fans’ku, turut hadir. Setelah 1 jam berlatih, aku duduk dipinggir lapangan beserta anak-anak tadi, memberikan beberapa pengarahan.

‘Oppa, terimalah ini’ aku menoleh, mendapati seorang siswi, dan sepertinya dari sekolah lain, menyodorkan sebotol minuman energi.

‘Maaf, tapi aku tidak membutuhkannya’ kataku sambil mengeluarkan botolku sendiri. Siswi itu menunduk, lalu berlalu. Aku sebenarnya kasihan, tapi mau bagaimana lagi

‘Oppa, bagaimana dengan ini? Kau pasti membutuhkannya’ siswi itu kembali dan menyodorkan sehelai saputangan putih, sutra

‘Well, aku juga mempunyainya’ aku menunjukkan sehelai handuk yang lingkarkan ke leherku. Sebelum aku sempat bicara lagi, ia sudah berlari. Biar saja, pikirku.

Dua jam kemudian, latihan selesai. Aku kembali ke kelas. Yah, untuk melatih anak-anak tadi, aku meninggalkan dua jam pelajaran terakhir, dan sekarang aku akan mengambil tasku. Aku kaget, mendapatimu di sana. Duduk sendirian, sambil mengemasi barangmu.

‘Sendirian saja teman’ kataku, kau menoleh, kau pamerkan lagi senyummu itu.

‘Ya, begitulah, aku piket hari ini’ katamu.

‘Yang lain mana?’ tanyaku. Setahuku, jadwal piket dikerjakan oleh setidaknya 5 anak.

‘Sudah pulang, mereka bilang ada tugas rumah. Jadilah aku membersihkan kelas sendirian’ ceritamu. Dasar! Besok akan kutegur mereka! Kataku dalam hati

‘Kau masih menyimpan kue lumpurmu itu? Aku sedikit lapar’ aku menghampiri mejamu yang terletak di belakang sendiri

‘Masih, ini’ kau membuka kotak makanmu dan menyodorkannya padaku. Aku mengambil dua potong. Tidak sampai semenit, mulutku sudah kosong lagi

‘Kau terlalu rakus, minumlah’ kau menyodoriku botol minummu. Seandainya orang lain, tak sudi aku menerimanya

‘Mau kuantar?’ tawarku. Aku sendiri bingung mengapa begitu baik padamu

‘Tidak usah. Lagipula rumahku dekat, kau pulanglah’ katamu

‘Baiklah, tapi biarkan aku mengantarmu sampai gerbang’ aku sedikit memaksa. Dan kaupun tersenyum sambil mengangguk. Berjalan di sampingmu membuatku ingin melindungimu.

‘Terimakasih sudah mengantarku’ katamu sambil sedikit membungkuk

‘Hey, kita teman, tidak perlu kau membungkuk seperti itu’ kataku, sambil mencegamu membungkuk

‘Hanya untuk menunjukkan rasa terimakasihku, karena mengantarku dan membantuku menghabiskan bekalku’ kau tersenyum, ah~ senyum itu lagi

‘Kau menyindirku?’ aku menaikkan sebelah alisku

‘Tidak, tidak, jangan berpikiran seperti itu’ kau sedikit gugup. Aku tertawa kecil

‘Aku hanya bercanda. Pulanglah, hati-hati di jalan, dan sampai besok’ kau tersenyum. Namun aku menyadari, bahwa ada sedikit rasa ragu pada senyummu. Aku tidak terlalu memikirkannya. Aku berjalan kembali ke parkiran, dan pulang.

Besoknya, aku datang terlambat. Aku segera duduk di bangkuku, lalu menoleh sebentar padamu. Dan yang kudapatkan hanya kepalamu yang langsung tertunduk. Ada apa? Pikirku. Hari ini benar-benar sibuk. Istirahatpun aku tidak ada waktu luang karena seluruh ketua kelas dipanggil kepala sekolah, membicarakan tentang program sekolah tahunan. Waktu pulang sekolah datang, namun sepertinya aku terlambat. Kau pulang lebih awal.

Di rumah, aku mengobrak abrik arsip data siswa-siswi satu kelas. Ketemu! –Data Siswi : Shin Rae In-. Benar, ternyata rumahmu hanya terpaut 5 bangunan dari sekolah. Besok hari libur, aku berencana mengunjungimu.

Rumahmu begitu sepi ketika aku datang, kuketuk pintu rumahmu. Tak berapa lama, keluar seorang wanita.

‘Benar ini rumah Shin Rae In?’ tanyaku. Wanita itu sedikit bingung, namun akhirnya mempersilahkanku untuk masuk. Mataku berkeliling. Benar-benar sederhana

‘Kau siapanya Raein?’ tanya wanita itu

‘Aku No Min Woo, teman satu kelas Raein’ kataku

‘Baiklah, aku akan memanggilnya, tunggulah sebentar’ wanita itu beranjak. Sekitar semenit, kau keluar, dengan pakaian seperti jubah tidur berwarna putih

‘Apa yang membawamu datang ke rumahku?’ katamu

‘Tidak ada, hanya ingin lebih dekat dengan temanku’ kataku tersenyum

‘Kau sedang apa? Tidak bosankah di rumah?’ tanyaku

‘Sedikit’ katamu, sambil memainkan ujung bajumu

‘Bagaimana kalau pergi ke taman ria? Kau mau? Aku yang traktir’ tawarku, menjalankan rencana yang kususun tadi malam

‘Aku harus ijin eommaku dulu’ Raein beranjak. Aku bisa mendengar mereka berdebat. Ada apa?

‘Aku mencoba mempercayaimu teman Raein, hanya jalan-jalan, jangan ajak dia naik wahana-wahana di sana, kau mengerti? Dan hanya dua setengah jam. Tidak lebih, kurang malah bagus’ wanita itu, yang ternyata eomma Raein, keluar menemuiku. Aku mengangguk mantap.

‘Sepertinya aku harus ganti baju dulu’ kau berbalik, namun aku mencegahmu. Dengan baju itu, kau terlihat, ehm~ cantik. Namun aku tidak mengatakannya

‘Tidak usah, membuang waktu’ kataku

‘Tunggu, pakai sweatermu, ini’ eommamu menyodorkan sweater putih, dan dia memelukmu

‘Oke, saatnya berangkat. Kita naik busway, kau tidak keberatan kan?’ tanyaku

‘Tidak sama sekali. Tapi jangan katakan ini pada ibuku, ia akan mencincangmu’ kau tertawa

‘Benarkah? Kalau begitu aku akan mengambil mobilku dulu di rumah’ aku khawatir, tak tau mengapa. Aku harus menjagamu seperti eommamu menjagamu

‘Tidak usah, oh~ ayolah, jangan seperti eommaku’ kau menarik tanganku menuju busway yang kebetulan sedang berhenti.

Di dalam bus, kau diam. Akupun begitu. Tidak tahu apa yang harus dibicarakan.

‘Kau... aku tidak~ ah~ mengapa kau mau menjadi temanku? Dan aku rasa kau mencoba mendekatiku. Benarkah itu?’ tanyamu. Aku sedikit tersentak.

‘Tidak bolehkah aku mengenal teman sekelasku lebih dekat? Bukankah cara ini bisa menunjang keberhasilanku menjadi ketua kelas yang baik?’ kataku mengeles

‘Begitu....’ katamu sambil memandang jalanan

‘Raein~a’ panggilku

‘Ne?’ kau menoleh padaku

‘Uhm~ bagaimana kalau aku menyukaimu?’ tanyaku. Ah~ tak bisa kutahan mulut ini. Padahal, dalam jadwal yang kubuat tadi malam, kata-kata itu kuucapkan ketika makan eskrim di taman ria

‘Kau tidak bisa menyukaiku. Itu terlarang’ katamu sambil tertawa kecil

‘Ha? Siapa kau? Kau bukan aku, kau tidak berhak melarangku menyukaimu’ kataku

‘Ohya? Bagaimana jika kubiarkan kau menyukaiku hari ini saja?’ katamu. Itu pertanyaan teraneh yang pernah kudengar

‘Boleh!’ aku berpikir, mungkin aku hanya menyukainya hari ini, tapi, mungkin saja besok aku mencintainya. Siapa yang tahu?

‘Kau, menyukaiku juga? Sebenarnya aku sudah tahu jawabannya. Karena, kuakui tidak ada wanita yang bisa menolak pesonaku. Kau tahu itu kan?’ kataku bangga

‘Itu mereka, bukan aku. Aku wanita special, kau tahu itu juga kan?’ balasmu. Aku diam. Memang benar.

‘Tapi, meskipun aku wanita special, aku juga menyukaimu’ katamu sambil menjulurkan lidah

‘Benar kan? Aku tahu itu. Tapi aku ingin kau mengatakannya sendiri’ aku tersenyum, kugenggam tangannya erat

‘Kau, tidak usah seerat ini, aku tidak mungkin pergi. Hey!’ kau berusaha merenggangkan genggamanku. Tapi aku tidak peduli. Aku benar-benar tidak mau kau pergi

‘Biarkan saja, siapa tahu kau gila, lalu melompat lewat jendela?’ kataku

‘Tidak mungkin’ baiklah, aku melepaskan genggamanku

‘Karena akupun tidak ingin pergi’ katamu sambil memeluk tanganku, dan bersandar di pundakku

Sampai di taman ria, seperti nasihat eommamu, aku hanya mengajakmu berjalan-jalan. Melihat wahana ini dan itu, juga membeli beberapa camilan

‘Kau seperti orang penyakitan’ kataku sambil menyentuh bibirmu

‘Ada apa dengan bibirku?’ tanyamu polos

‘Pakai ini, bibirmu pecah-pecah’ kukeluarkan lip balm yang ada di sakuku, karena bibirku juga sering pecah-pecah

‘Bibirmu terlihat pucat, juga pecah-pecah’ kataku

‘Kau seperti seorang wanita, membawa lip balm segala’ katanya, dan aku menghadiahimu jitakan kecil

‘Haha, aku bercanda, terimakasih’ katamu. Kita berjalan-jalan lagi. Kulihat jam tanganku, tidak! 3 jam sudah terlewat. Sangat tidak terasa. Dengan terpaksa kita pulang. Aku terus menggenggam erat tanganmu sampai di depan rumahmu, meskipun kau merasa risih.

‘Berikan aku imbalan atas kebaikanku hari ini’ kataku

‘Apa? Kau tidak bercanda kan? Kau bilang kau yang traktir’ katamu terkejut. Aku tertawa

‘Berikan aku senyummu. Yang lebih baik daripada yang di taman sekolah waktu itu’ kataku sambil tersenyum jahil

‘Hah?’ kau masih belum mengerti juga, aku mencubit pipimu, dan menariknya kekanan dan kekiri

‘Tersenyumlah untukku’ ulangku

‘Bagaimana caranya?’ tanyanya lagi. Hah~ susah. Kutatap mata hitam kelamnya dalam-dalam. Awalnya kau merasa malu, aku tahu itu, namun kemudian kau tersenyum. Senyum itu lagi!. Kemudian aku memelukmu

‘Terimakasih untuk semuanya’ kataku sungguh-sungguh

‘Bukankah itu bagianku? Aku yang seharusnya berterimakasih’ katamu

‘Baiklah, kita impas. Kau senang karena kutraktir, begitupun aku, senang karena kau temani seharian ini’ kataku

‘Masuklah, aku pulang ya, titip salam untuk eommamu. Mungkin aku akan dimarahinya habis-habisan karena menculik anaknya selama 3 jam’ kataku sambil tertawa

‘Tak mengapa, aku akan bercerita padanya bahwa kau sangat baik. Membuatku tersenyum dan bahagia seharian ini’ kau masuk ke dalam rumahmu, dengan senyum itu. Aku berjalan pulang.

Berangkat sekolah kali ini terasa lain. Aku merasa bahagia. Dan aku merasa bahwa aku sudah menemukan cintaku, dengan senyumanmu itu. Tapi aku tidak menemukanmu di kelas, pun di taman sekolah. Tidak kupedulikan rapat sekolah ataupun ulangan harian. Aku berlari ke rumahmu.

Tok tok tok!!. Dengan tidak sabar aku mengetuk pintu rumahmu. Eommamu yang menyambutku. Aku teringat kejadian kemarin, lalu aku minta maaf. Tapi sepertinya ia tak menghiraukan permintaan maafku. Ia memintaku menemuimu. Aku mengiyakan. Limabelas menit kemudian aku sampai.

Aku melihatmu di sana, tersenyum menghadapku. Dengan berjalan, dan hati yang berdegup kencang, aku menghampirimu. Tak bisa aku bohong, kau sangat cantik kali ini. Kau tertawa. Kusandarkan kepalamu di bahuku. Kurasakan semilir angin. Dengan lembut, aku mengelusmu. Kali ini, boleh aku mencintaimu? Tanyaku sambil memandangi langit sore. Hah~ aku sudah seharian ini menemanimu. Aku tahu kau mengangguk.

Kurasakan bahuku basah. Ada apa denganmu? Aku memandangmu, dengan senyuman yang menghias wajahmu, tapi dengan air mata. Sudah saatnya pulang, kau berkata padaku. Baiklah, memang sudah saatnya. Kau berjanji besok akan masuk sekolah kan? Ngomong-ngomong kenapa kau tidak masuk ke sekolah? Tanyaku. Dengan bergelayut manja di tanganku, kau hanya menggeleng, baiklah, aku tidak akan memaksamu.

Setelah mengantarmu pulang, aku kembali ke rumahku. Kau tahu? Terimakasih, dengan senyummu, aku bisa tidur nyenyak malam ini.

Pagi datang, tanpa sarapan, aku berangkat sekolah. Tidak pernah aku sesemangat ini!. Sampai di kelas aku duduk di bangkumu, menunggumu. Aku tahu, bel masuk sekolah masih 20 menit lagi. Kurasakan tatapan aneh teman-teman. Ada apa?. Pikirku sambil lalu. Tiba-tiba Donghyun, wakil ketua kelas,~ia sahabatku~ datang dan menepuk pundakku. Tabah~, itu katanya. Aku bingung. Mengapa aku harus tabah? Aku tertawa kecil. Mereka aneh.

20 menit waktu yang lama. Kuputuskan untuk ke taman belakang sekolah, tempat semedimu. Kau melambai padaku. Dengan segera, aku menghampirimu, duduk di sebelahmu. Aku menagih senyummu, dan kau berikan. Aku merasa bosan dengan tatapan orang-orang, kau mengajakku ke tempatmu. Sebelumnya aku membeli mawar putih. Cocok sekali dengan senyummu.

Kurasa, tempat favoritku sekarang adalah tempatmu, Shin Rae In. Aku ingin jujur, aku mencintaimu. Kau tersenyum, dan mengangguk, seakan berkata bahwa senyumku milikmu. Aku merasa terbang ke atas langit. Indah nian hati ini. Mungkin kini, hatiku sudah ditumbuhi berbagai macam bunga. Aku pamit. Besok aku akan kembali lagi, janjiku. Dan kau hanya mengangguk.

Benar-benar di buat pusing aku olehmu. Pagi ini bukannya datang ke sekolah, aku mengunjungimu, dengan seikat mawar putih. Aku kangen. Kau tersenyum lagi. Inilah yang kubutuhkan. Senyummu.

Author POV

Laki-laki itu mengunjungi makam itu lagi, dengan mawar putih, sama seperti kemarin. Tatapannya memancarkan kebahagiaan yang tiada tara ketika berjongkok di depan nisan itu. Nisan yang baru 3 hari. Tersenyum tanpa henti pada nisan itu, tak dirasakannya duri mawar putih yang membuat tangannya mengeluarkan sedikit darah. Laki-laki itu terus berada di sana hingga sore. Orang-orang yang melihatnya merasa iba. Laki-laki itu kehilangan wanita yang dicintainya karena si wanita terkena serangan jantung tiba-tiba, tepat setelah laki-laki itu mengantarkannya pulang pada hari di mana mereka jalan-jalan ke taman ria. Ibu si wanita mengerti, laki-laki itu, yang pertama dan terakhir untuk anaknya, yang bisa mengembalikan senyumnya setelah sekian lama hilang karena kehilangan ayahnya bertahun lalu, tepat di matanya karena kecelakaan.


Laki-laki itu berdiri, sudah saatnya pamit. Ia berjalan dengan wajah sumringah. Di atas makam tadi, sosok bayangan wanita mengiringinya dengan tersenyum.


THE END

Please leave comment :)
Thanks for read this FF ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar