PERHATIAN

PERATURAN -->
1. setiap membaca fanciction di sini, WAJIB KOMENTAR
2. DILARANG MENG-COPY artikel di sini, baik sebagian apalagi seluruhnya !
3. jangan lupa JOIN dengan BLOG ini
terima kasih

Kamis, 29 Maret 2012

FF | A S tory About Love | Chapter 5


Title : A Story about Love [Part IV]
Author : Siska Sri Wulandari
Main Cast : No Minwo (Boyfriend)
: Hwang Sung Young
: Jungmin (Boyfriend)
: Han Jihye



Aku tercengang saat menyadari Minwoo tidak membawaku ke UKS melainkan ke taman belakang sekolah. Entah apa tujuannya, bahkan karena aku terlalu menikmati berada di dalam rangkulannya aku sampai tidak sadar bahwa kami telah melewati UKS.
“Kenapa ke sini?” tanyaku sambil berusaha menahan rasa sakit.
Minwo hanya diam dan tersenyum kemudian mendudukkan aku di bawah pohon yang rindang.
“Tunggu di sini sebentar ya noona.” Minwo berlari menuju ke gedung utama sekolah.
“Aduh, apa yang sebenarnya akan dilakukan oleh bocah itu sih.” Ringisku sambil mengipasi lututku yang berdarah.
Tak lama setelah itu, Minwo tiba dengan kotak P3K di tangan kanannya dan mulai mengobati lukaku.
“Kenapa tidak ke UKS?” tanyaku sambil mengamatinya yang telaten sekali mengobatiku.
Minwo tidak menjawab. Ia malah senyum-senyum sambil membersihkan lututku dengan alkohol. Mulai muncul hal-hal aneh di otakku.
“Apa foto yang dimaksud itu memang fotoku?” Minwo berhenti membersihkan lukaku dan menatapku sambil tersenyum.
“Foto apa?” aku bertanya panik. Jangan-jangan dia mendengar apa yang dikatakan Saengi oppa tadi malam.
“Yang tadi malam noona perebutkan dengan Young Saeng hyung.” Minwo masih menatapku dengan tatapan polosnya.
“Haah, ani, kau, kau salah dengar.” Jawabku tergagap.
Minwo tersenyum simpul. “Padahal aku harap itu memang aku.” Katanya sambil melanjutkan membersihkan lukaku.
“Bwoo?” kataku kaget berharap aku tidak salah dengar.
Minwo menempelkan hansaplast di lututku dan sedikit menekannya sehingga aku berteriak kesakitan.
“Hahaha.” Minwo tertawa keras dan ikut menyandarkan dirinya pada pohon yang melindungi kami dari teriknya matahari pagi, tapi entah kenapa aku justru merasa itu bukan tawa bahagia.
“Tidak kah noona ingat tempat ini?” Minwo menatap ke sekeliling.
“Apanya?” tanyaku bingung.
“Senior paling galak yang sampai membuatku pingsan karena berlari mengelilingi lapangan bola sebanyak 10 kali.” Minwo menengadahkan kepalanya seolah mengingat-ingat masa lalu.
Aku berpikir sejenak. Mengais-ngais(?) kejadian lalu pada saat masa orientasi. Ya, aku ingat, senior yang dimaksudnya itu adalah aku. Hari itu merupakan hari kedua masa orientasi, dan Minwo datang terlambat. Meski baru hari kedua, dia telah berhasil mengumpulkan noona fans termasuk para senior mos tentunya kecuali aku sehingga tidak ada yang tega menghukumnya. Karena kesal jadi akulah yang menghukumnya dengan memerintahkannya untuk lari keliing lapangan sebanyak 10 kali. Aku juga ingat, pada putaran yang kedelapan ia tumbang. Dan di taman inilah pertama kali kami bertemu. Aku ingat , waktu itu Hyun Seong memanggilku untuk menghukum Minwo karena tidak ada senior lain yang mau melakukannya sedangkan saat itu Hyun Seong harus mengurusi junior lainnya. Aku tersenyum saat mengingat masa itu.
“Namja lemah.” Candaku, tapi Minwo tak bergeming. Aku lihat dia merogoh saku seragamnya dan mengeluarkan sebuah karet rambut.
“Kalau ini, masih ingat tidak?” Minwo menyodorkan karet rambut itu dengan tatapan penuh harap aku ingat dengan karet rambut tersebut.
Kuperhatikan karet rambut tersebut dengan saksama dan mengambilnya. Aku bolak-balik dan berusaha mengingat-ingatnya. “Inikan…”kataku terputus karena kaget.
“Noona masih ingat?” tanya Minwo girang tapi dengan mata yang berkaca-kaca.
Aku heran. Harusnya kan mataku yang berkaca-kaca, tapi kenapa malah dia yang seperti itu, batinku.
“Maukah noona melakukannya sekali lagi?”
“Hahaha, kau baik-baik saja kan?” aku meletakkan tangan kananku di keningnya untuk memastikan dia tidak sakit.
“Sejak itu, aku tidak bisa berhenti memikirkan noona. Satu-satunya senior yang tetap galak padaku meskipun semua senior wanita yang lain selalu memanjakanku.” Cairan bening yang harusnya pantang dikeluarkan laki-laki mengalir deras dari sudut matanya tanpa malu-malu.
Aku tersentak dan menjauhkan tangan ku dari keningnya. Apa itu artinya dia juga menyukaiku? Apa artinya cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Hatiku mulai bersorak.
“Sejak saat itu aku mulai sadar bahwa aku tidak hanya menyukai noona, tapi lebih dari sekedar suka. Aku senang sekali saat bisa berada di dekat noona, walaupun mungkin noona tidak pernah menyadari keberadaanku. Sempat aku memutuskan untuk menyatakan cinta pada noona, tapi melihat sikap noona yang begitu jutek padaku, membuatku beranggapan bahwa noona membenciku. Terlebih lagi ketika aku mengetahui Young Min menyukai noona membuatku semakin membulatkan tekad untuk melupakan noona karena aku pikir sudah tidak ada harapan. Aku pikir noona juga menyukai Young Min karena selama ini kulihat kalian sangat akrab.” Minwo menghapus air matanya dengan kasar.
Aku terdiam. Ingin sekali aku mengatakan bahwa sebenarnya aku juga menyukainya. Ahh, tidak, tidak, lebih dari rasa suka. Aku mencintainya. Tapi belum sempat aku mengatakannya mulutku terkunci rapat saat mendengar kalimat berikutnya.
“Tapi, untunglah sekarang aku sudah bisa melupakan noona.” Minwo menatapku sambil tersenyum dengan sisa air mata yang masih membasahi sedikit pipinya.
“Deeg” Untuk yang kesekian kalinya aku tersentak. Apa itu artinya dia sudah tidak menyukaiku lagi.
“Aku harap ini tidak membebani noona ya.” Minwo menatapku.
Aku membeku. Cintaku hilang begitu saja. Hilang sebelum aku sempat memperjuangkannya.
“Apa kau sudah tidak mencin, ahh maaf maksudku menyukaiku lagi?” tanyaku pelan sambil menatap karet rambut tersebut.
“Mungkin belum sepenuhnya bisa aku melupakan noona. Tapi aku akan berusaha keras untuk itu dan belajar untuk mencintai Hyura dengan tulus.”
Aku rasa mataku memerah karena berusaha menahan tangis. Mungkin beginilah akhir cintaku. Ternyata orang yang aku cintai juga pernah mencintaiku. “Kenapa harus terselip kata pernah” gumamku sambil mengumpat diriku sendiri. Hatiku benar-benar hancur. Lebih hancur daripada saat mengetahui dia telah memiliki kekasih. Aku mulai menyesali segala sikapku padanya. Andai aku tidak mati-matian menutupi perasaanku padanya pasti semuanya tidak akan berakhir tragis seperti ini. Mungkin sekarang aku dan Minwo. Ahh, mungkin… Aku tidak mau mengkhayalkan kemungkinan itu karena itu terlalu menyakitkan mendapati beginilah faktanya.
Minwo memiringkan tubuhnya sehingga kini kami saling berhadapan. Kutatap karet rambut berwarna biru itu dan kusematkan untuk menguncir poninya yang hampir menutupi seluruh keningnya. Muncul bayang-bayang masa lalu. Di saat Minwo mulai menyukaiku tapi aku belum memiliki perasaan apa-apa padanya. Aku menghukumnya. Menguncirkan karet rambut keponinya. Karet rambut milikku. Karet rambut yang langsung aku lepaskan dari rambut legamku. Mendandaninya seperti wanita dan menyuruhnya tetap begitu hingga pulang. Kini, aku juga melakukannya. Menguncirkan karet rambut berwarna biru itu di poni yang hampir menutupi seluruh keningnya. Di saat aku mencintainya dia malah telah membuang rasa cintanya padaku. Andai cintaku tidak datang terlambat. Andai aku tidak. Ahh, andai dan andai. Aku benci berandai-andai. Karena kini semuanya sudah tidak ada gunanya lagi.
“Aku tidak pernah membencimu.” Aku memalingkan wajahku. Tak sanggup rasanya harus memandangnya lagi.
“Jinnja?” Minwo terdengar girang sekali ketika mendengar aku mengatakan hal tersebut.
“Hanya aku yang salah bersikap. Mulai hari ini aku janji tidak akan memperlakukanmu seperti itu lagi.” Setelah merasa cukup kuat aku memandang Minwo sambil tersenyum. Aku harap senyumku kali ini adalah sebuah senyuman yang tulus. Senyuman tulus pertama yang bisa aku berikan padanya, No Minwoo.
***

TBC
RCL :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar