PERHATIAN

PERATURAN -->
1. setiap membaca fanciction di sini, WAJIB KOMENTAR
2. DILARANG MENG-COPY artikel di sini, baik sebagian apalagi seluruhnya !
3. jangan lupa JOIN dengan BLOG ini
terima kasih

Rabu, 21 Maret 2012

FF | Saranghanikka | Part 1


Tittle: Saranghanikka - Part 1
Author: Rosita Saraswati
Rating: Yang pasti aman kok
Genre: Tau ah~
Main cast: Silakan diliat sendiri :)



Dengan mata setengah tertutup, Hyunmin melirik jam di layar ponselnya. 23.46. Ia menghela nafas, dan dengan enggan menyudahi aktivitas yang sudah menyita jam tidurnya. Ditutupnya buku sketsa yang sedari tadi dijamahnya, lalu beranjak menuju tempat peraduannya.

Baru saja matanya terpejam, dan belum sepenuhnya ia masuk ke alam mimpinya, seseorang dengan tak punya sopan santunnya mengetuk pintu kamar bernuansa biru laut itu, memaksa sang pemiliknya kembali ke alam sadarnya. “Aish, menyebalkan”, gerutunya pelan.

“Apa?”, tanyanya masih dengan mata sedikit tertutup setelah membuka pintu kamarnya.

“Min, aku ganggu ya?”, tanya seseorang dihadapannya. Hyunmin membuka sedikit lebih lebar kedua matanya, berusaha mencari tahu siapa gerangan yang sudah melemparkan sebuah pertanyaan bodoh seperti itu.

“Heeehh”, Hyunmin menghela nafas. “Kamu mau apa, Youngmin?”, tanyanya pada adik laki-lakinya.

Youngmin terlihat salah tingkah. “Err, buatin aku makanan, Min”, pintanya dengan tanpa rasa bersalah. “Ya? Ayolah, aku lapar”, pintanya sekali lagi tanpa mengindahkan tatapan membunuh dari Hyunmin.

“Buatin aku nasi goreng juga, Minmin noona!”, teriak seseorang dari arah ruang keluarga, menambah kadar emosi dari gadis manis pemilik nama Hyunmin ini.

BRAKKK
Dengan sangat halus, Hyunmin membanting pintu kamarnya, kemudian menguncinya. Diambilnya iPod di meja belajarnya lalu memasangkan headphone-nya, ditambahnya satu bar volume saat lagu yang dipilihnya diputar, sekedar untuk menutup telinganya dari suara-suara rengekan di depan kamarnya. “Dasar menyebalkan”, umpatnya. Ia lalu menghempaskan tubuh mungilnya ke arah tempat tidur dan mulai memejamkan matanya, membiarkan dua makhluk di luar sana berkicau.

----------------------------------

“Noona kenapa semalam tega sama kita sih?”, tanya seseorang pada Hyunmin. Hyunmin menghentikan acara meracik bumbunya. Ia menatap sosok laki-laki yang kini ikut membantunya memasak beberapa telur mata sapi.

“Salah kalian sendiri, Kwangmin”, balasnya sambil menyelesaikan bumbunya.“Kalian udah gedhe, kalo cuma bikin nasi goreng kan bisa sendiri”, lanjutnya.

“Tapi aku kan mau bikinan noona”

“Kalo gitu sekarang bantu noona ambilin nasinya ya”, katanya lembut ketika mendapati pekerjaan Kwangmin telah selesai.

“Jadi Minmin mau bikin nasi goreng?”, tanya seseorang yang kini sudah memeluk pinggang Hyunmin.

Hyunmin menggelengkan kepalanya, tahu siapa yang sudah dengan sembarangan memeluknya. Siapa lagi kalau bukan Youngmin? Karena di antara dua adiknya, hanya Youngmin lah yang tak pernah mau memanggil Hyunmin dengan sebutan ‘noona’. “Kita cuma beda setahun”, itulah yang selalu dijawab Youngmin jika orang tuanya menegur ketidaksopanannya.

“Kalo kamu mau nasi goreng, bantu aku sekarang!”, perintah Kwangmin yang sedang mengaduk nasi.

Youngmin melepas pelukannya. “Aku? Membantumu? OGAH!”, katanya yang kemudian mengambil tomat yang hendak diiris oleh Hyunmin, lalu dilemparnya ke arah Kwangmin membuat sang kembaran berteriak kesal karena tomat itu dengan sukses telah mendarat dan hancur tepat di atas telinga kirinya. “Mending aku bantuin Minmin”, lanjut Youngmin dengan cueknya. Dan bukannya membantu Hyunmin seperti yang ia katakan barusan, tapi ia malah kembali memeluk sang kakak.

“Ya, ya,ya, jangan manja-manjaan begitu!”, hardik Kwangmin yang masih dengan susah payah membersihkan tomat hasil lemparan Youngmin. Ia yang telah selesai dengan urusan nasinya, kemudian meletakkannya di dekat Hyunmin. “Kamu bilang mau bantuin noona, malah ganggu gitu!”, sungutnya sambil menoyor kepala Youngmin.

“Aku enggak ganggu, Kwangmin. Aku kan cuma meluk aja”, jawabnya dengan tampang polosnya. Kwangmin yang melihat itu langsung melayangkan tangannya untuk sekali lagi menoyor kepala Youngmin.

Hyunmin tersenyum mendapati tingkah kedua adiknya ini. “Youngmin, lepasin dulu ya, noona nggak bisa masak ini”, pintanya lembut. Ya, meski Youngmin ini sedikit tak punya aturan, tapi dialah yang paling manja.

Youngmin mengerucutkan bibirnya, lalu melepas pelukannya dengan sangat berat hati. Sedangkan Kwangmin hanya tersenyum penuh kemenangan, yang malah terlihat seperti sebuah ledekan dimata Youngmin. Youngmin yang merasa diledek, sudah bersiap memberi pelajaran pada saudara yang umurnya hanya berbeda menit ini. “Eits, enggak pake berantem!”, Hyunmin mengingatkan.

Dia benar-benar hafal kebiasaan si kembar kalau sudah seperti ini. Yah, meski mereka sudah duduk di bangku SMA, tapi tetap saja seperti anak kecil, sedikit-sedikit berantem hanya karena hal kecil. “Sekarang kalian duduk”, pinta Hyunmin yang masih asyik membuat nasi goreng. Yang disuruh langsung menurut, akan tetapi masing-masing saling menatap dengan aura yang sama-sama mengerikan.

“Sudah, sudah, jangan tatap-tatapan begitu”, kata Hyunmin yang sedang membolak-balik nasi yang digorengnya. Bahkan tanpa melihat keduanya, ia sudah hafal dengan ritual adik-adiknya itu.

Hening

“Noona, siapa laki-laki yang bersamamu tempo hari?”, Kwangmin buka suara, memecahkan keheningan yangsempat tercipta.

Hyunmin yang sudah selesai memasak, langsung memindahkan nasi goreng ke sebuah piring besar yang sudah ia siapkan sedari tadi, lalu meletakkanya di hadapan si kembar. “Yang mana?”, tanyanya setelah ia duduk di samping Kwangmin.

“Yang bersamamu di kedai dekat sekolah kita, beberapa hari yang lalu itu”, kini Youngmin yang duduk dihadapan Kwangmin ikut ambil suara.

“Yang mana sih?”, tanya Hyunmin penasaran. Ia sama sekali tak mengerti siapa yang dimaksud oleh kedua adiknya. “Tapi yang pasti temanku lah, karena aku enggak mungkin ke pergi bareng musuhku”, lanjutnya.

Youngmin menyendokkan nasi gorengnya dengan gemas. “Aish, yang mengelus rambutmu”, jelasnya. “Yang nyubit pipimu”, lanjut Kwangmin. “Yang ngelus kepala Minmin seperti----“, Youngmin berfikir, mengingat-ingat bagaimana perlakuan laki-laki yang dilihatnya tempo hari. “Seperti ini”, kata Kwangmin sambil mempraktekkan bagaimana cara laki-laki itu memperlakukan kakaknya.

Hyunmin membulatkan matanya. Dia ingat siapa manusia yang dimaksud oleh kedua adiknya ini. “Dia----“

Kwangmin menatap jengah kakaknya yang kini menampakkan wajah malu-malunya. “Jangan bilang dia----“

“Andwae! Aku nggak setuju!”, tolak Youngmin dengan nada satu oktaf lebih tinggi. Ia menggeleng-gelengkan kepala layaknya balita yang tak mau disuruh minum obat oleh umma-nya.

Hyunmin menatap kedua adiknya sedih. “Wae??”, tanyanya tak terima.

Kwangmin menggigit bibir bawahnya. Bingung harus menjawab apa, ia pun menendang kaki Youngmin yang ada di seberangnya, membuat Youngmin mengaduh. “Apa sih”, umpat Youngmin sambil mengelus kaki kanannya. Ia menatap Kwangmin sebal, tapi saat didapatinya wajah bingung Kwangmin, koneksinya langsung tersambung. “Ah, kenapa ya Minmin?”, bukannya menjawab, ia malah melontarkan pertanyaan ke Hyunmin.

Hyunmin menatap tajam Youngmin. “Iya, kenapa kalian sepertinya enggak suka sama Jungmin?”, tanyanya meminta penjelasan pada si kembar.


Youngmin menggaruk tengkuknya, benar-benar tak tahu harus menjawab apa. Sedangkan Kwangmin hanya menatap enggan ke arah Youngmin yang sama sekali tak bisa di andalkan. “Aku nggak suka aja!”, kata Youngmin lantang.

Hyunmin mengerutkan keningnya. “Kamu juga nggak suka?”, Hyunmin menatap Kwangmin dan tanpa membalas tatapannya, Kwangmin menganggukkan kepalanya pelan. “Alesannya?”

“….”

“Nggak ada alasan yang lebih jelas?”, tanyanya sambil kembali menatap Youngmin, membuat kedua laki-laki di rumahnya itu kembali berpikir. “Minimal kalian kasih alesan yang bisa aku terima”, lanjutnya sambil kembali menyelesaikan acara makannya yang tertunda.

“Sekali aku enggak suka ya berarti enggak!”, kata Youngmin tajam. Ia menyendok nasi gorengnya sedikit keras, menciptakan dentingan keras dua benda yang saling bergesekan.

“Terus mau kalian noona putus sama dia?”, tanya Hyunmin emosi. Ia menatap bergantian kedua adiknya tajam, tapi matanya lebih intens menatap Youngmin. “Noona nggak bakal putus sama dia selama kalian belum bisa kasih alesan yang tepat, alesan dimana noona emang harus mengakhiri hubungan noona dengannya!”, katanya bernada final. Dan tanpa menghabiskan nasi gorengnya, Hyunmin bangkit meninggalkan keduanya.

Setelah Hyunmin menghilang dari hadapannya, Youngmin langsung mendorong piringnya sedikit kasar, mencoba menjauhkan dari jangkauannya. Nafsu makannya hilang lah sudah hanya karena perdebatan dengan kakaknya itu. “Aish, susah ngomong sama dia!”, omelnya.

Kwangmin menghentikan aktivitasnya. Ia menatap Youngmin yang sedang asyik bergumul dengan segala umpatannya. “Bener kata dia, Youngmin. Mana bisa kita mengaturnya tanpa alesan yang tepat”, katanya tenang. Jujur, dia memang mengakui setiap perkataan Hyunmin.

“Tapi----“

“Sudahlah, toh kita emang enggak punya cukup bukti kan?”, tanya Kwangmin masih dengan sikap tenangnya. Youngmin berpikir, dan dengan enggan dia mengiyakan kata-kata saudara kembarnya. “Mungkin juga ini cuma ketakutan kita”, lanjutnya sambil tersenyum ke arah Youngmin, berharap bisa menyalurkan sedikit pikiran positif pada Youngmin.

Youngmin menatap Kwangmin cemas. “Tapi aku takut”, katanya lirih, kedua matanya sedikit meredup. “Aku sayang dia, aku enggak mau dia kenapa-kenapa”, lanjutnya, suaranya sedikit bergetar.

“Kamu pikir cuma kamu yang sayang sama dia?”, tanya Kwangmin balik. “Aish, udah ah, geli aku liat kamu sok mello gitu!”, lanjut Kwangmin. Youngmin yang mendengarnya langsung mendengus sebal.

“Ish, aku serius, babo!”, dumelnya.

“Hahahaha”, kelakar Kwangmin yang langsung mendapat tatapan mematikan dari Youngmin. “Iya, iya, tapi udah deh, jangan berpikir yang enggak-enggak dulu ya?”, pintanya sambil menahan tawanya agar tidak pecah. “Eh, by the way, gimana sama Eunsae?”, tanya Kwangmin dengan senyum menggodanya.

Youngmin yang mendengar nama yang familiar keluar dari mulut Kwangmin, langsung menutup wajahnya dengan kedua tangannya, menyembunyikan semburat merah di kedua pipinya. “Apaan sih”, cibirnya.

“Hahahahahaha”, tawa Kwangmin membahana mendapati saudaranya malu-malu kucing.


-----------------------------------

Hening

Itu yang tergambar dari suasana disebuah ruang di apartemen milik Jo bersaudara. Tidak adakah orang?? Salah! Disitu duduk lah dua bersaudara di sofa berbeda. Yang satu asyik menekan tombol remote televisinya dengan gemas, sedang yang lain sedang serius dengan sketsanya yang parahnya sudah seminggu ini tak kunjung selesai.

Tak ada percakapan. Ya, itu lah yang terjadi dua hari belakangan ini, apa lagi kalau bukan karen perdebatan tempo hari?

“Siapa Eunsae?”, tiba-tiba Hyunmin buka suara.

Youngmin menatap Hyunmin, ada guratan keterkejutan di wajah kanak-kanaknya. “Minmin tanya sama aku?”

“Memangnya ada siapa lagi disini selain kamu?”, tanya Hyunmin dingin, tanpa mengalihkan matanya dari sketsa yang masih setia mengganggu hari-harinya. Youngmin tersenyum pedih. Hatinya sakit mendapati perlakuan dingin dari kakaknya ini. “Jauhi dia”, lanjut Hyunmin dengan nada yang lebih dingin dari sebelumnya.

“Apa maksudnya?”

“Aku bilang jauhi dia”, Hyunmin menekan kata-katanya. “Jangan lagi dekati anak bernama Eunsae itu”, perintahnya masih dengan sikap dinginnya.

“Kenapa aku harus menjauhinya?”, tanya Youngmin. Emosinya sedikit terpancar dari nada bicaranya. “Minmin mau balas dendam ha? Karena aku nggak suka Minmin pacaran sama kapten basket itu, terus Minmin bisa seenaknya ngelarang aku deketin Eunsae?”, tanya Youngmin berapi-api. Matanya menatap Hyunmin yang masih berkutat dengan pekerjaannya.

“Kalau iya kenapa?”, tanya Hyunmin menantang. “Aku udah penuhin permintaan kalian, jadi bisakah kamu penuhi kata-kataku juga?”.

Youngmin menggeram sebal, tapi jauh di dalam hatinya ia benar-benar terkejut dengan pengakuan kakaknya. “Tapi kau nggak bisa!”, tolaknya keras.

Hyunmin bangkit lalu menatap Youngmin tajam. “Harus bisa!”, tekannya. Ia tersenyum meremehkan melihat ekspresi frustasi adiknya itu, tapi ia tak peduli.

“Tapi apa alasannya?”, tanyanya, berusaha menolak permintaan kakaknya. “Aku nggak mau kalo Minmin nggak kasih alesan”, katanya memutar perkataan hyunmin beberapa hari yang lalu.

“Tapi aku bisa melakukan yang kalian mau meski tanpa alesan yang jelas dari kalian kan?”, tanya Hyunmin telak, sukses membungkam mulut Youngmin. “Heeeh, jangan khawatir, karena aku punya alesan yang jelas”, lanjutnya kemudian berlalu dari hadapan Youngmin.

Youngmin diam terpaku. ‘Dia punya alesannya? Apa?’, batinnya.

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar