PERHATIAN

PERATURAN -->
1. setiap membaca fanciction di sini, WAJIB KOMENTAR
2. DILARANG MENG-COPY artikel di sini, baik sebagian apalagi seluruhnya !
3. jangan lupa JOIN dengan BLOG ini
terima kasih

Senin, 16 April 2012

FF | Beautiful Christmas | OneShot


Tittle : BEAUTIFUL CHRISTMAS

Author : RIZKA ANIZA
Genre : Romance
Lenght : Oneshoot

Main cast :
- Jo Kwangmin
- Park Nichan



Suasana hening di gereja membuatku serius berdoa di malam natal ini. Semua umat kristiani sedang berdoa di gereja ini. Gereja itu dihiasi pohon-pohon natal, lampu-lampu, bintang bintang yang membuat suasana natal semakin terasa. Para biarawan berpakaian jubah putih berjalan menuju Gereja, di mana menurut tradisi Kristen Yesus Kristus dilahirkan.Udara yang dingin menembus kulitpun tak terasa karena kehangatan dapat dapat aku rasakan disini. Aku memejamkan mata sambil berdoa untuk natal tahun ini, yang aku harap natal besok adalah natal yang indah bagiku. Tampak disebelahku seorang anak laki-laki kecil seumuranku sedang serius berdoa. Syal merah yang dia pakai itu sedikit menutupi wajah imutnya. Aku terus menatapnya namun dia tak menyadarinya. Dia terus berdoa sambil memejamkan matanya. Dia adalah Jo Kwangmin, sahabat baikku sejak dulu. Kami selalu bersama kemanapun kami pergi. Dan setiap natal kami rayakan bersama. Aku sudah menganggapnya sebagai saudaraku sendiri. Keluarganya dan keluargaku bisa dibilang cukup akrab. Pertemuan kami dimulai saat aku berusia 4 tahun. Waktu itu Kwangmin pindah dari Amerika dan tinggal di Seoul, rumahnya berada tepat di depan rumahku. Kami berdua bertetangga, sejak saat itu dia sering mengajakku bermain dan sering main ke rumahku. Sekarang usiaku 9 tahun tak terasa kami menjalin persahabatan selama 5 tahun. Selama kami menjalin persahabatan kami tak pernah bertengkar sekalipun. Dia selalu mengalah dengan sikap keras kepalaku ini. Dia juga bagaikan peri yang selalu menjagaku kapan saja. Kwangmin sering berkelahi dengan anak-anak nakal yang sering menggangguku. Terkadang tubuhnya pun sering terluka karena melindungiku. Aku sangat beruntung memiliki sahabat sepertinya. Dia adalah sahabat terbaik yang Tuhan berikan kepadaku. Terimakasih Tuhan!

“Sudah puaskah kau memandangiku seperti itu?” ucapnya yang memergokiku yang sedari tadi memandanginya.

Aku terkaget. “Ahh.. Aniyo Kwangminie.” Wajahku memerah karena malu.

“Tidak usah berbohong, wajahmu saja sudah memerah.” Kwangmin mencubit pipiku.

“Ini karena udaranya dingin.” Kataku berbohong.

“Kau ini memang keras kepala! Huhh!! Ayo kita ke tempat itu!” ajaknya pada suatu tempat.

Kami segera keluar dari gereja untuk menuju ke tempat itu. Kami menyusuri jalan sambil bergandengan tangan. Suhu di sini sangat dingin sehingga membuatku agak kedinginan. Salju turun dengan lembut dari langit dan jatuh di tanganku yang tak memakai sarung tangan. Tangan hangatnya mampu menghangatkan tanganku yang dingin. Dia terus menggenggam tanganku erat. Tibalah kami di sebuah pohon natal yang besar yang dipenuhi pernak-pernik serta lampu bewarna-warni yang menghiasi pohon natal ini. Tempat ini sudah tidak asing bagiku, karena setiap malam natal aku dan Kwangmin selalu datang ke tempat ini. Kami selalu bertukar hadiah dan duduk menikmati suasana natal disini. Selama kami menjalin persahabatan kami selalu mengunjungi pohon natal ini. Tempat ini jarang sekali dikunjungi oleh orang-orang.

Aku dan Kwangmin duduk di bangku panjang berdua. Udara yang dingin terkadang membuatku bersin-bersin.
“Haaattttcchhhiii....!!!” Aku bersin sesekali.

“Mengapa kau tidak memakai syal? Suhu disini sangat dingin Channie.” Kwangmin melepaskan syal merahnya dan memakaikannya ke leherku.

“Tidak usah. Aku baik-baik saja. Pakai saja syalmu itu, nanti kau kedinginan.” Tolakku.

“Tidak apa-apa, aku ini anak laki-laki. Aku pasti kuat! Percaya lah.” Kwangmin tersenyum hangat.

“Baiklah kalau ini maumu.” Akupun mengangguk.

“Channie, aku ada sesuatu untukmu!” Anak laki-laki itu menyembunyikan tangannya di balik punggungnya.

“Aku juga.” Akupun menyembunyikan tanganku seperti dia.

“Baikklah, dalam hitungan ketiga kita keluarkan bersama-sama.” Kwangmin tersenyum lembut.

“Ok!”

“Satuu.. duaa.. tiga..!!” kami mengeluarkan hadiah bersama-sama dari balik punggung kami.

“Ini untukmu.” Ucapku sambil memberikan sebuah kotak.

Kwangmin langsung membuka kotak itu dengan semangat. “Wahh yoyo! Jeongmal gomawo Channie, bagaimana kau tahu kalau aku sangat menginginkan yoyo bagus ini. Kau hebat!!” Kwangmin menggoyang-goyangkan bahuku dengan kedua tangan mungilnya.

“Tentu saja. Aku ini kan sahabatmu.” Aku menyunggingkan senyum termanisku.

“Nah ini adalah hadiah pemberianku untukmu.” Anak laki-laki itu memberikan sebuah kotak kecil berwarna biru muda.
Aku segera mengambilnya dan membukanya secara perlahan. “Woww!! Kalung pasangan. Ini cantik sekali Kwangminnie.” Kuangkat kedua kalung yang berbentuk setengah hati itu. Itu adalah kalung pasangan yang masing-masing berbentuk setengah hati. Jika kedua kalung itu di satukan maka akan terbentuk sebuah hati yang indah.

“Aku harap kau bisa menjaga kalung ini Channie, satu kau yang pakai dan satunya lagi aku yang memakainya. Eottoke? Ini adalah tanda persahabatan kita.” Kwangmin mengambil satu dari kalung yang kupegang lalu memakainya di leherku.

“Baiklah, itu sudah pasti.” Akupun memakaikan kalung yang masih di tanganku dan memakaikannya ke lehernya.

“Kwangminnie, kalung ini bagus sekali. Ini adalah hadiah natal terindah yang pernah aku terima. Omona! Disini ada ukiran inisial nama kita.” Aku melihat bagian belakang mainan kalung itu yang terdapat inisial K&N yang berarti Kwangmin dan Nichan.

“Ya, eommaku yang memilihkannya, dia bilang kalung ini cocok dengan kita.” Kwangminpun memegang mainan kalung itu.

Aku dan Kwangminpun duduk berdua di bangku.
“Channie, lihat! Ada apa di keningmu?” Kwangmin menunjuk ke arah keningku dengan ekspresi polosnya.

“Mwo! Ada apa?” aku meraba-raba keningku yang sedikit tertutupi oleh topi rajutan.

“Coba kau dekatkan keningmu itu. Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas.” Perintahnya.

Akupun mengikuti perintahnya dan mendekatkan keningku ke wajahnya. Tiba-tiba. CHU~ Tanpa kuduga Kwangmin mencium keningku.

“Aissh!! Kau nakal!! Apa yang kau lakukan?” wajahku memerah seketika. Aku masih memegang keningku.

“Itu adalah ciuman persahabatan,” ucapnya polos.

“Aku tak percaya!!” aku menutupi wajahku karena malu.

“Eommaku bilang, mencium di kening adalah untuk seseorang yang kita sayang. Itu juga berari melambangkan rasa sayang dan peduli.” Ucap anak itu polos.
Aku hanya dapat dian dan tak berkutik.


Kami berdua diam seribu bahasa. Aku masih terkejut akan hal tadi. Tak ada dari kami yang memulai bicara. Suasana menjadi hening. Tiba-tiba anak laki-laki itu mencoba berbicara memecah keheningan.
“Channie, besok aku sudah tidak tinggal disini lagi.” Ucapnya dengan nada yang agak kecewa.

Sontak aku terkejut dan langsung menatapnya. “Jinca?”

“Nde, besok aku berangkat ke Amerika bersama Eomma dan Appa.” Kwangmin menundukkan kepalanya.
Aku tak menjawab ucapannya. Tiba-tiba air mataku terpecah begitu saja. Aku menutup wajahku mencoba menyembunyikan kesedihanku. Oh Tuhan. Mengapa di saat suasana natal seperti ini aku ditinggalkan oleh sahabatku yang paling kusayang? Besok adalah natal, itu adalah hari yang kutunggu-tunggu. Banyak hal yang ingin aku lakukan dengan sahabatku ini. Kini aku hanya mampu mengubur semua hal yang ingin kami lakukan besok.

“Kau tidak boleh pergi Kwangminnie.” Aku menatapnya sambil terisak.

“Aku juga tidak ingin pisah denganmu. Tapi ini adalah kemauan orang tuaku.”

Aku tak dapat menjawabnya. Aku hanya tertunduk dan menangis.

“Uljima Channie, tahun depan aku akan kembali lagi. Aku janji! Kita akan merayakan natal bersama lagi. Bermain bola salju, minum coklat hangat, bertukar kado bersama keluarga. Aku janji.” Kwangmin meyakinkanku. Kwangmin mengeluarkan sebuah sapu tangan putih yang ada di saku jaketnya. Dia menghapus air mata yang mengalir di pipiku.

“Benarkah? Kau janji?”

“Ya aku janji. Sudahlah jangan menangis. Kata Appa besok pagi kami berangkat. Kau harus ikut mengantarkan kami ya?” Kwangmin tersenyum manis.

Aku dan Kwangmin kembali menatap bintang bersama.

*******
Hari ini adalah hari dimana Kwangmin meninggalkan Seoul. Aku, Eomma, dan Appa mengantarkan keluarga Kwangmin ke bandara. Sejak di mobil aku terus memegang tangan Kwangmin. Rasanya aku tak mau pisah dengan sahabatku itu. Kamipun selalu bergandengan tangan saat berjalan di bandara.

“Nichan sayang, Kwangmin sudah mau berangkat beberapa menit lagi. Kalau kamu masih memegang tangannya erat seperti itu bagaimana Kwangmin bisa pergi?” kata Eomma lembut.

“Tapi Eomma, aku tidak mau pisah dengan Kwangmin.” Rengekku.
Kwangmin hanya tertawa melihat tingkahku.

“Channie, Masih ingat janjiku kan? Tahun depan aku akan kembali lagi. Kau jangan khawatir. Selama aku di Amerika kita bisa mengirim surat kan kan?” Kwangmin memegang pundakku.

“Ya Kwangmin. Ingat janjimu itu. Dan jangan pernah lupakan persahabatan kita.” Aku melepas tangannya dengan agak kecewa.

“Itu pasti, aku tidak akan melupakan persahabatan kita.”kata Kwangmin.

Orang tua Kwangmin dan orang tuaku berpelukan untuk perpiasahan. Air mataku berlinang lagi. Kini Kwangmin dan keluarganya berjalan ke ruang tunggu. Sambil berjalan anak laki-laki itu melambaikan tangannya ke arahku, wajah mungilnya hampir tenggelam oleh syal yang membalut lehernya. Akupun membalas lambaian tangannya disertai isak tangis.

**********

Sesampai di rumah aku duduk di depan televisi. Natal hari ini sungguh membosankan tanpa Kwangmin. Aku hanya dirumah menonton TV. Aku menatap acara televisi di depanku. Itu adalah kartun pikachu, biasanya aku dan Kwangmin menonton bersama di ruangan ini. Melihat kartun itu aku semakin rindu padanya. Akupun memutuskan untuk tidak menonton kartun itu dan beranjak ke kamar.

Sesampai di kamar aku duduk di atas kasur, kulihat pohon natal kecil yang berada di atas meja yang di dekatnya ada sebuah bola salju kaca hadiah pemberian Kwangmin tahun lalu. Kuambil bola salju kaca itu. Pandanganku mengarah keluar jendela, tirai-tirai jendela sedikit terbuka akibat angin dari luar.

**********
Bertahun-tahun setelah Kwangmin meninggalkanku. Dia lupa akan janjinya. Dia tak pernah datang mengunjungiku. Ratusan kali aku mengirimkannya surat, namun hasilnya nihil. Surat itu kembali lagi padaku karena alamat yang kuberikan tidak jelas. Dan beberapa hadiah natal yang ingin kuberikan padanya juga tak sampai pada tujuan. Entah apa kabarnya sekarang. Mungkin kini dia melupakanku.

Sampai kapanpun aku takkan melupakanmu Kwangmin. Jauh di lubuk hatiku yang terdalam ternyata aku mencintaimu. Rasa sayangku padamu sebagai sahabat kini berubah menjadi rasa cinta. Selama beberapa tahun ini hidupku menjadi murung. Aku sering mengurung diri kamar sambil menatap foto-foto kita sewaktu kecil. Andaikan hal itu terulang kembali. Dan andaikan waktu itu aku tidak membiarkanmu pergi, mungkin kau masih disini bersamaku. Bercanda bersama, tertawa bersama, dan menikmati hal-hal indah bersama. Kwangmin-ah kumohon kembalilah. Aku sangat merindukanmu. Merindukan wajahmu yang dulu. Mungkin sekarang kau sudah berubah dan tinggi badanmu juga sudah bertambah. Oh tuhan! Kembalikanlah sahabatku itu.

Setiap hari aku berdoa agar  dapat bertemu dengan Kwangmin. Kini Kwangmin keberadaannya ntah dimana. Aku memohon pada Appa untuk mencari tau tempat tinggal Kwangmin dan keluarganya. Namun kata Appa tidak mudah mencari mereka. Aku patah semangat. Setiap malam natal aku sering mengunjungi tempat yang sering kami kunjungi itu, tak salah lagi adalah pohon natal itu. Aku datang dengan membawa hadiah untuknya. Selama berjam-jam aku menunggunya. Tetapi dia tak tak pernah datang ke tempat itu, tempat dimana dia berjanji akan menemuiku setelah setahun meninggalkanku. Setiap malam natal aku duduk di bangku itu dan mengenang masa kecil kami berdua.

**********

Hari ini adalah malam natal yang kesekian kalinya. Aku tak pernah patah semangat untuk menantinya disini. Walaupun malam-malam natal sebelumnya dia tak pernah datang. Tapi aku akan tetap menunggunya sampai kapanpun. Di tangaku masih memegang sebuah hadiah yang akan kuberikan padanya. Aku harap natal kali ini dia datang.
Sudah berjam-jam aku duduk di bangku ini.  Salju tebal sudah menyelimuti sweater hangatku. Lebih tepatnya kini sudah tengah malam. Aku mulai mengantuk tetapi semua itu aku coba tahan. Aku yakin dia pasti datang.
Mataku hampir terpejam, tapi tiba-tiba ada seseorang yang mengagetkanku. Dia menutup kedua mataku. Sontak aku mencoba melepaskan kedua tangannya itu. Namunn tenagaku tak seimbang dengan tenaganya.


“Kkau siapa? Lepaskan aku!! Byeontae!” teriakku.

“Ssstt.. jangan berisik.” Katanya, orang itu langsung melepaskanku.

Dengan sigap aku langsung berdiri dan menatap orang yang ada di belakangku. Ternyata dia adalah namja, wajahnya tampan, matanya besar, tubuhnya jangkung dan tinggi. Aku merasa bersalah tadinya kukira dia adalah orang jahat yang ingin mencelakaiku, tetapi dari penampilannya tak tampak sedikitpun penampilan orang jahat. Namja itu tersenyum manis padaku. Senyumannya itu mengingatkanku pada seseorang yang kurindukan.

“Maaf aku telah mengagetkanmu!” ucap namja bertubuh jangkung itu.

Aku menaikkan alisku. “Kau siapa?” tanyaku.

“Kau tidak mengenaliku? Kita berdua dulu sering ke tempat ini.” Kata namja itu.

Ahh siapa namja ini? Apa jangan-jangan dia orang jahat? “Mungkin kau salah orang.” Aku langsung berjalan meninggalkannya.

“Heii jamkkaman Channie..!!” tiba-tiba namja asing itu menarik tanganku sambil memanggilku Channie. Itu adalah nama pemberian Kwangmin untukku, hanya Kwangminlah yang memanggilku dengan nama itu.

“Jangan kau panggil aku dengan seperti itu! Hanya Kwangmin yang boleh memanggilku seperti itu. Kau siapa?? Cepat katakan! Atau aku akan berteriak ke orang-orang bahwa kau adalah seorang yang maniak!” bentakku.

“Channie, kau sudah melupakanku? Aku Kwangmin, Jo Kwangmin. Sahabatmu.” Namja itu membalikkan memegang pundakku.

Tubuhku bergetar seketika mendengar pengakuan darinya. Butiran bening keluar dari pelupuk mataku. Ternyata orang yang selama ini aku cari-cari dan yang kurindukan kini telah berada di hadapanku.

“Kau benar Kwangmin?” aku memegang pipinya.

“Ya. Channie.”

“Sungguh?”

“Sungguh, ini buktinya.” Kwangmin mengeluarkan kalung yang kukenali dari balik syalnya.

Aku langsung memeluknya erat dan kini air mataku sudah pecah. “Kau jahat!! Kau jahat Kwangmin! Kau tidak tau kalau selama ini aku menunggumu? Kau bilang kau akan kembali setelah satu tahun meninggalkanku. Nyatanya apa? Kau tak pernah kembali. Bahkan di tahun-tahun berikutnya kau juga tak pernah datang. Kau jahatt!!!” Tangisku sambil memukul dadanya, Kwangmin hanya terdiam merasa bersalah.

“Maafkan aku Channie, aku menghilang begitu saja. Ini salahku!! Pukul aku semaumu.” Katanya dengan nada bergetar.
Aku menangis di hadapannya.

“Uljima Channie.” Kwangmin mengusap air mataku dengan tangannya. Tangisku mulai mereda saat Kwangmin mengusap air mataku.

Dengan sangat erat aku memeluknya, rasanya aku tak ingin melepasnya lagi dan kehilangan untuk kedua kalinya.

“Katakan padaku bahwa selama ini kau kemana?” tanyaku sambil melepaskan pelukanku.

“Aku memang tinggal di Amerika. Namun saat di Amerika Eomma mengidap penyakit kanker dan harus berobat ke Jerman. Selama bertahun-tahun Eomma mengalami masa penyembuhan di Jerman. Aku tidak sempat mengirimkanmu surat. Maafkan aku Channie.” Jelasnya.

“Ya aku bisa mengerti sekarang. Kumohon sekarang jangan pernah tinggalkan aku lagi.”

“Tentu saja. Aku akan berada disisimu selamanya. Dan aku akan hidup bersamamu.”

“Maksudmu?” aku mengernyitkan alis.

“Will you marry me?” Kwangmin mengeluarkan cincin dari saku jaket hitamnya.

Aku hanya terdiam dan membelalakkan mataku.

“Ya Channie, maukah kau menikah denganku?”

“Mmm..??” aku masih tak mengerti apa yang Kwangmin katakan barusan, otakku sulit mencerna perkataanya.

“Park Nichan. Maukah kau menikah denganku, tinggal bersamaku, hidup bersamaku, dan menghabiskan sisa waktumu bersamaku selamanya?” Kwangmin menaikkan kedua tanganku dan mencium tanganku dengan lembut.

“Ya, Kwangmin.” Ucapku dengan nada bergetar.

Kwangmin memelukku erat. Pelukan hangatnya mampu mengalahkan suhu dingin yang bersalju di tempat ini. Perlahan kami melepaskan pelukan kami.

Kini aku menatap bola mata namja yang ada di depanku. Kami saling bertatapan lekat satu sama lain.
Tatapannya mengartikan sesuatu. Bola matanya seakan dapat berbicara. Perlahan-lahan Kwangmin mendekatkan wajahnya ke wajahku dengan sangat dekat sampai tak ada jarak sedikitpun. Kini wajahnya sudah ada dihadapanku. Deru nafas hangatnya bisa kurasakan. Dengan lembut dia mengecup bibirku.
“Saranghae Channie.”

Natal tahun ini sangat berkesan bagiku. Selain dapat bertemu dengar seorang kucintai aku juga dapat hadiah natal yang yang tak terduga.

END~

1 komentar: