PERHATIAN

PERATURAN -->
1. setiap membaca fanciction di sini, WAJIB KOMENTAR
2. DILARANG MENG-COPY artikel di sini, baik sebagian apalagi seluruhnya !
3. jangan lupa JOIN dengan BLOG ini
terima kasih

Rabu, 21 Maret 2012

FF | Saranghanikka | Part 2


Hmm, sebelumnya saya mau ngucapin terimakasih buat yang mau bersedia baca, yang ngelike, yang kasih comment, jeongmal gomawoyo. Ngomong-ngomong soal FF ini, saya juga minta maap karena munculin sosok noona buat Jo Twins, padahal mereka nggak punya noona, dan ngilagin si namdongsaeng mereka. Yah, nggak tahu kenapa saya pengen aja bikin cerita yang mereka disitu punya noona. Soal nama si noona, jujur demi apapun, itu hasil kerja otak saya, mikir siapa nama yang pas buat si noona. Dan betapa kagetnya saya pas ada comment dari salah satu reader yang bilang kalo Hyunmin itu nama namdongsaengnya Jo Twins. Jujur banget saya lupa, dan saya juga nggak bermaksud nyulap dia jadi yeoja. Hyunmin disini murni bikinan saya, jadi saya juga nggak bakal ngerubah namanya. Tapi terimakasih banyak karena udah ngingetin saya. Yasudah, saya juga nggak mau banyak cincong, cuma mau nglarifikasi masalah nama aja J



Saranghanikka - Part 2

“Annyeong”

“Ne, annyeongdo. Maaf nggak bisa nganter kamu sampai bawah”

“Gwaenchana, maaf sudah merepotkanmu”

“Hahaha, nggak masalah, selagi aku bisa bantu kamu, aku bakal bantu”

“Ne, gomawo, Youngmin”

Youngmin menatap sosok cantik itu melangkah menjauhi apartemennya. Lalu seulas senyum terlukis di wajahnya. Namun senyum itu lenyap begitu saja saat mendapati tatapan tak suka dari kakaknya yang baru saja pulang sekolah.

“Kenapa cewek itu keluar dari apartemen kita?”, tanya Hyunmin tajam begitu ia sudah berdiri di hadapan sang adik. Ya, perempuan yang dilihatnya tadi adalah Eunsae, hobae-nya.

Hyunmin menarik nafas, berusaha menahan emosinya. Ia menatap tajam ke arah adiknya yang baru pulang sekolah, seolah-olah hanya dengan tatapannya saja ia bisa menelan Youngmin hidup-hidup.

“Mau Minmin apa sih?”, tanya Youngmin yang kini berjalan masuk meninggalkan Hyunmin yang sedang melepas sepatunya.

Hyunmin masih berusaha keras untuk tidak membentak adiknya ini. Ia sadar kalau mereka sama-sama keras dan sama-sama emosional. Akan jadi perang dunia ke-3 jika ia meledakkan emosinya saat ini juga. “Bukannya tiga hari yang lalu noona udah ngelarang kamu buat nggak deketin cewek itu?”, tanyanya, terlihat jelas bahwa ia benar-benar menahan sekuat mungkin agar emosinya tidak keluar.

Youngmin menghentikan langkahnya. Ia lalu berbalik, menatap kakak perempuannya yang kini sudah ada di hadapannya. “Bukannya tiga hari yang lalu itu juga aku udah bilang aku nggak bisa?”, tegas Youngmin dengan nada setenang mungkin, benar-benar menguji kesabaran Hyunmin. “Lagian Minmin juga belum ngasih alesan kan?”, tanyanya ringan.

Hyunmin mendengus sebal. “Tapi bukannya noona bisa putus sama Jungmin tanpa alesan dari kalian kan?”, tanyanya balik. “Terutama kamu, kamu yang paling ngotot saat itu. Dan see, sekarang noona udah ngelakuin yang kamu mau, tapi kamu?

Kamu malah masih getol ngedeketin dia. Bahkan kamu berani bawa dia kesini!”, bentak Hyunmin. Ia benar-benar sudah tak bisa menahan emosinya. “Noona bahkan nggak perlu waktu lama buat putus sama dia! Dan noona juga sama sekali belum pernah bawa dia kemari!”, ucapnya.

“Bagus! Minmin emang pantes kok bisa cepat-cepat putus sama laki-laki itu!”, Youngmin balas membentak. “Dan aku juga nggak bakal ijinin manusia brengsek seperti dia masuk ke apartemen kita!”

PLAKKK
Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi kanan Youngmin. Segera ditatapnya sang pelaku yang tak lain kakaknya sendiri. Hatinya sakit, sakit karena ini pertama kalinya sang kakak menamparnya, tapi ia menyembunyikan perasaannya. “Apa? Nggak terima? Dia emang brengsek! Dia itu bajingan!”, maki Youngmin menutupi apa yang ia rasakan. Dan kali ini, pipi kirinya yang disinggahi tamparan dari Hyunmin.

“Kamu---“, desis Hyunmin. Nafasnya naik-turun, ada kilatan amarah di mata indahnya. “Apa sih salah noona sama kamu he?”, tanya Hyunmin pelan. Suaranya bergetar, sebisa mungkin menahan untuk tidak berbuat kasar lagi pada adiknya.

“Tanya salah Minmin apa?”, tanya Youngmin ketus. “Minmin pacaran sama keparat itu!”, perkataan tajam Youngmin benar-benar berhasil menusuk hati Hyunmin.

‘Segitu bencinya ia sama Jungmin?’, tanyanya dalam hati. ‘Apa salah Jungmin sama Youngmin?’, pikirnya. “Kalo gitu aku minta maaf”, kata Hyunmin bernada lemah. Matanya meredup, dan mungkin sebentar lagi ia akan menangis. “Maafin noona”, katanya sekali lagi lalu beranjak menuju kamarnya. Lebih baik ia yang mengalah daripada harus terus berdebat dengan adiknya ini.

Youngmin terpaku. Ia menggigit bibir bawahnya ketika kakak kandungnya itu membelakanginya. ‘Dia nangis?’, tanyanya dalam hati saat melihat Hyunmin seperti sedang mengusap matanya. “Aish, bodo! Ini juga karena dia!”, kesalnya lalu melangkah menuju kamarnya.

-------------------------------------------

Hyunmin melangkahkan kakinya menuju taman belakang sekolah. Entahlah, ia yang hanya beralasan ingin ke toilet, malah tergerak untuk menenangkan dirinya. Jujur, memang beberapa jam ini ia sama sekali tak ada semangat untuk mengikuti semua pelajaran. Pertengkaran dengan adiknya kemarin benar-benar melenyapkan konsentrasinya. Bahkan ia yakin, bahwa ia akan masuk daftar remidial ujian matematika tadi pagi. Ia juga tak peduli apa resikonya jika membolos, yang paling dia butuhkan saat ini hanyalah menenangkan pikirannya.

“Annyeong”. Baru beberapa menit Hyunmin menikmati kesendiriannya, seseorang datang mengusik. Tapi, ia merasa kenal dengan suara ini. Buru-buru ia membuka matanya yang sedari tadi dipejamkannya.

Hyunmin terlihat mengerjapkan matanya beberapa kali. “Jungmin?”, tanyanya tak percaya. “Sedang apa kamu disini?”

Laki-laki yang disebut Jungmin itu tersenyum. “Ya, harusnya aku yang tanya sedang apa kamu disini”, katanya sambil masih memamerkan senyum manisnya. “Kim songsaengnim sudah mulai ngajar hari ini, tapi kamu keluyuran, bolos eh?”, tanyanya.

Hyunmin menatap laki-laki disampingnya. ‘Dia bersikap seolah nggak ada apa-apa,, aish!”, gerutunya dalam hati. “Kamu sendiri? Bukannya ada di kelas, malah duduk di sebelah mantan pacar, di taman belakang sekolah pula!”, sindirnya.

“Kamu nggak lihat? Aku baru saja selesai olahraga”, jelasnya sambil menarik kaos olahraga bagian depan miliknya.

“Kamu----“, Hyunmin memainkan jari-jari tangannya. “Kenapa kamu nggak marah sama aku?”, tanyanya was-was.

“Marah? Dalam rangka?”

Hyunmin masih memainkan jari-jarinya. Pandangannya pun entah terfokus kemana sekarang, yang pasti ia tak sanggup menatap Jungmin lama-lama. “Marah karena aku lebih menyayangi orang lain ketimbang kamu”, kata Hyunmin pelan, bahkan hampir seperti bisikan.

“Buat apa?”, tanyanya, sukses membuat Hyunmin menegakkan kepalanya serta memandang laki-laki di sampingnya. “Bukannya aku dulu pernah bilang, aku nggak akan maksa kamu. Kalo emang ada laki-laki yang bisa mengambil hatimu lebih dari yang aku lakukan, pergi lah padanya”, katanya penuh kelembutan. “Haha, tenang saja, aku nggak bakal marah kok”, Jungmin mengelus rambut sebahu Hyunmin sayang. Sebenarnya ia sangat berat hati melepas perempuan di hadapannya ini.

Hyunmin menatap sendu kearah Jungmin. “Maaf, maaf aku ngeduain cinta kamu”, ucapnya sambil menunduk, menyembunyikan raut wajahnya. Jujur, jauh di dasar hatinya, dia menyesal telah mengambil keputusan itu.

“Gwaenchana, semoga kalian bahagia ya? Kapan-kapan kenalin ke aku, aku penasaran siapa laki-laki yang berhasil ngalahin aku”, Jungmin benar-benar berusaha untuk membuat suasana tidak kaku.

Hyunmin memandang Jungmin yang kini sedang memamerkan senyum manisnya, senyum yang sangat disukai Hyunmin, senyum yang sangat menenangkan hatinya, tapi sekaligus senyum yang semakin membuat ia lebih merasa bersalah pada Jungmin.


------------------------------------------


Hari sudah menjelang malam tapi Hyunmin masih asyik dengan sketsanya. Ia benar-benar malas jika harus berkutat dengan pelajaran seni rupa. Ada guratan kelelahan di wajah manis anak pertama keluarga Jo ini. “Aish!”, keluhnya saat setetes peluhnya berhasil jatuh pada kertas sketsanya. Dengan agak frustasi ia melemparnya sembarang ke meja di ruang tamu.

“Annyeong”, sapa sebuah suara dari arah pintu, suara yang sangat Hyunmin hafal.

“Dari mana saja kamu, Kwangmin?”, tanya Hyunmin penuh selidik. “Akhir-akhir ini kamu hobi pulang kelewat sore”, lanjutnya sambil menatap adiknya, meminta penjelasan.

Kwangmin menelan ludah, takut-takut ia mendekat ke arah kakak perempuannya yang kini bisa dipastikan sedang dalam kondisi badmood, terlihat dari nada bicaranya. “Aku cuma nemenin temen, noona”, jelasnya sambil mengambil tempat di sebelah Hyunmin. “Apa noona sakit?”, tanya Kwangmin khawatir ketika di dapatinya lingkaran hitam disekitar mata Hyunmin, juga bibirnya yang pucat.

Hyunmin menghela nafas. “Jangan mengalihkan pembicaraan”, tegur Hyunmin. Kwangmin terdiam. “Jangan mentang-mentang kita jauh dari appa, kamu jadi bisa keluyuran tanpa ijin seperti ini, Kwangmin”, katanya tegas.

Kwangmin mengangguk sambil mengerucutkan bibirnya. “Kalau gitu aku ijin mulai dari sekarang, karena besok dan mungkin tiap hari aku bakal pulang sore terus”, ijinnya dengan harap-harap cemas.

“Mwo? Tiap hari?”, Hyunmin memastikan, yang langsung dibalas anggukan dari Kwangmin. “Memang kamu ngapain sih?”, tanyanya yang tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

Kwangmin berpikir sejenak. Sepertinya memang ia harus jujur pada kakaknya ini. “Noona tahu Seungmi?”, tanyanya ragu. Dilihatnya kakak perempuannya hanya diam, berusaha mengingat siapa ‘Seungmi’ itu.

“Anak kepala kantin sekolah kita bukan?”, tanya Hyunmin tak yakin, karena memang daya ingatnya sedikit bermasalah akibat kecelakaan yang pernah dia alami semasa SMP dulu.

Kwangmin mengangguk. “Aku menyukainya”, dengan mantab pun ia mengakui apa yang selama ini ia rasakan, meski sebenarnya ia agak takut ketika mendapati tatapan dari Hyunmin yang sangat sulit ia baca.

“Jadi kamu pulang sore untuk membantunya?”, tanya Hyunmin datar, mampu membuat Kwangmin takut setengah mati, karena memang kakaknya ini terlalu protektif pada mereka terlebih setelah sang umma meninggal dunia.. Tapi rasa takut Kwangmin hilang saat didapatinya Hyunmin tersenyum lembut. “Kejar dia”, kata Hyunmin memberi ijin.

Kwangmin membulatkan matanya lebar-lebar. Benar-benar hal yang terduga jika kakaknya langsung memberi ijin. “Jinjjayo?”, ia memastikan, namun beberapa detik kemudian ia langsung memeluk perempuan di hadapannya saat perempuan itu dengan yakin menganggukkan kepalanya. “Gomawo, noona. Jeongmal gomawoyo”, ucapnya yang semakin mengeratkan pelukannya pada Hyunmin.

“Minmin pilih kasih!”, kesal sebuah suara dari belakang Kwangmin, membuat dua bersaudara itu langsung melepas pelukannya.

Kwangmin langsung memutar tubuhnya, menatap saudara kembarnya. “Maksud kamu apa?”, tanya Kwangmin yang memang sama sekali tak tahu apa yang terjadi di antara dua saudaranya ini. “Emang noona pilih kasih apa?”, kini ia membalikkan badannya menatap Hyunmin yang malah dengan cueknya kembali berkutat pada tugas sketsanya.

Youngmin yang tak terima dengan sikap kakaknya, langsung mendekat dan menarik kasar tangan Hyunmin, memaksa sang kakak berdiri dan menatapnya.”Kenapa? kenapa Minmin ngijinin Kwangmin sedangkan aku enggak?”, tanya Youngmin tak sabaran. Nafasnya mulai naik-turun tak teratur, menandakan emosinya hampir memuncak.

Hyunmin dengan tenang menatap Youngmin, tak lupa disunggingkannya sebuah senyum manis namun terkesan angkuh.

Kwangmin ikut berdiri. “Sebenernya ada apa sih sama kalian? Akhir-akhir ini kalian aneh!”

“Dia---“, Youngmin menunjuk Hyunmin dengan telunjuknya. “Dia dengan seenaknya ngelarang aku deket sama Eunsae, dan sekarang dia malah ngijinin kamu ngejar anak kepala kantin itu!”, Youngmin meluapkan emosinya. “Apa sih hebatnya Seungmi?”, tantang Youngmin entah pada siapa.

Kwangmin yang merasa tak terima dengan perkataan saudara kembarnya itu langsung mencengkeram baju Youngmin. “Maksud kamu apa?”, tanyanya yang ikut terpancing juga.

“Heeeh, aku bingung sama penilaian dia”, kata Youngmin ketus sambil terus menatap Hyunmin yang malah menikmati pertengkaran si kembar. “Apa sih yang dia liat dari cewek kutu buku, berkacamata tebal, dan yang hanya anak kepala kantin itu?”, tanyanya enteng, membangkitkan emosi yang lebih banyak dari seseorang yang masih mencengkeram bajunya.

Kwangmin menatap Youngmin marah. “Kalo kamu nggak suka sama keputusan noona, nggak usah bawa-bawa Seungmi segala!”, hardiknya sambil mendorong tubuh Youngmin hingga ia jatuh terduduk di sofa. “Kamu pikir, apa hebatnya Eunsae-mu itu ha?”, teriaknya kencang.

Youngmin tersenyum meremehkan. “Bukannya udah jelas? Semua orang tahu kalo dia itu cantik”, katanya sambil menatap Kwangmin yang juga menatapnya tajam. “Yang pasti dia sempurna”, lanjutnya dengan penuh penekanan.

“Terus kamu bangga gi----“

“STOOPPP!”, bentak Hyunmin. “Kwangmin, harusnya kamu bersyukur noona sudah memberimu ijin, nggak usah kamu pikiran bacotan Youngmin!”

“Tapi nggak bisa gitu, noona! Aku nggak terima kalo dia ngeremehin Seungmi!”, jawab Kwangmin sedikit berteriak.

“Aku juga nggak terima kalo cuma Kwangmin yang dikasih ijin!”, kini giliran Youngmin yang berteriak.

“Noona nggak ngasih ijin karena noona nggak suka sama dia, Youngmin!”, Hyunmin menjelaskan dengan suara lemah. Entah kenapa tiba-tiba ia tak punya banyak tenaga untuk balas meneriaki kedua adik kembarnya.

“Tapi apa alesannya?”, tanya Youngmin masih dengan sedikit berteriak.

“Bukannya kalian juga nggak kasih alesan ya?”, tanyanya membalikkan pertanyaan Youngmin.

“Ada! Karena laki-laki itu bajingan!”, Youngmin masih saja meneriaki kakaknya.

PLAKKK
Sebuah tamparan mendarat dengan sangat keras dipipi kiri Youngmin. Bahkan lebih keras dari tamparan kemarin, karena dipipinya kini tercetak warna merah berbentuk tangan. Kwangmin menganga, tapi dengan sigap ia langsung menahan tubuh Hyunmin dan mengunci kedua tangannya, mengantisipasi agar kakaknya ini tidak bermain kasar lagi.

Mata Youngmin mulai berair. “Kamu tega nampar aku hanya demi bajingan itu? Bahkan ini yang ketiga kalinya selama 16 tahun aku hidup?”, tanyanya getir. Ia sama sekali tak peduli dengan rasa panas yang tak kunjung hilang dari pipinya, karena ada rasa sakit yang lebih dalam, rasa sakit di hatinya. “Padahal baik appa maupun umma nggak pernah ngelakuin ini ke aku?”, lanjutnya sambil menahan air matanya.

Hyunmin merasa seperti ditampar ketika melihat sang adik menitikkan air matanya. Ia berontak dari dekapan Kwangmin, lalu melangkah mendekati dan hendak meraih wajah Youngmin tapi langsung ditepis oleh Youngmin. “Youngmin, noona nggak----“

“Apa ha?”, tanyanya pedih. Dibiarkannya air matanya terus membanjiri wajahnya. “Dia itu bajingan dan kamu harus tahu itu!”, tegasnya disela-sela isak tangisnya. “Minmin tahu? Gara-gara dia, Eunsae hampir nekat bunuh diri”, lanjutnya lirih



TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar